PELAJARAN BERHARGA: “Geopark untuk Pariwisata” kandidat Geopark Pulau Belitung”

TIM KECIL PERCEPATAN PENGEMBANGAN GEOPARK LUMPUR SIDOARJO (LUSI)

GEODIVERSITY – GEOHERITAGE DAN GEOWISATA

Naskah Awal Dihimpun dan ditinjau Oleh:

Dr. Hardi Praetyo, PLT Kepala Bapel BPLS

Selaku Koordinator Tim Kecil Percepatan Pengembangan Geopark Lusi

Peserta Seminar Nasional Geopark Belitung,  9 Desember 2016

Seminar Nasional Geopark Pulau Belitung  Alumni ITB81 – PT. Timah (Persero) Tbk – Pemkab Belitung & Pemkab Belitung Timur “Geopark untuk Pariwisata” Belitung, 09 Desember 2016

BAGIAN 1:

PELAJARAN BERHARGA: “Geopark untuk Pariwisata” kandidat Geopark Pulau Belitung”

slide1slide2slide3

POKOK-POKOK PEMIKIRAN DAN PERSPEKTIF KE DEPAN

Sumber: Oman Abdurahman, Ketua Pelaksana Seminar Geopark Belitung

Latar Belakang

Pariwisata memilik peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional dalam beberapa tahun terakhir ini terus tumbuh semakin besar.

Ketika perekonomian nasional mengalami krisis global pada 2013 dan penerimaan ekspor pada waktu itu turun tajam, kontribusi sektor pariwisata malah meningkat dari 10% menjadi 17% dari total ekspor barang dan jasa.

Posisinya sebagai penyumbang devisa terbesar juga meningkat dari peringkat lima menjadi peringkat empat (sebesar 10 Milyar USD).

Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB (product domestic bruto) Indonesia juga penting. Pada 2013, kontribusi tersebut sudah mencapai 3,8% total, atau 9% dari kontribusi seluruh sektor jika efek penggandanya diperhitungkan.

Penyerapan tenaga kerja di sektor ini juga signifikan, yaitu mencapai 10,18 juta orang atau 8,9% dari total pekerja Indonesia, sehingga mencapai peringkat keempat sebagai sektor pencipta tenaga kerja terbesar.

Demikian pula daya saing pariwisata Indonesia mengalami perbaikan dari peringkat 74 dari 140 negara kini di posisi 70 dari 140 negara di dunia, sedangkan untuk ASEAN, daya saing itu berada di peringkat ke-4.

Peluang untuk lebih meningkatkan peran pariwisata dalam perekonomian nasional terbuka lebar bagi Indonesia. Ini karena pada 2013 saja pertumbuhan sektor pariwisata ASEAN adalah  tertinggi di dunia, yakni 8,3% (periode 2005-2012).

Angka ini jauh di atas rata-rata pertumbuhan global pada periode yang sama sebesar  3,6%. Bahkan, arus kunjungan wisatawan ke negara-negara ASEAN pada 2013 sudah mencapai 92,7 juta orang atau meningkat 12% dibanding tahun sebelumnya (di tingkat global hanya 5%).

Pada 2013, potesi kontribusi pariwisata terhadap perekonomian kawasan ini diprediksikan mencapai US$ 480 miliar dengan pertumbuhan 5% per tahun, sedangkan pertumbuhan investasinya sekitar 6,8% per tahun. Indonesia harus merebut peluang kunjungan wisatawan karena

Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) itu yang diprediksikan tumbuh diatas 10%. Kini, 2016, pariwisata telah menjadi sektor penyumbang devisa terbesar.

Sementara itu, pembangunan sebagai bagian dari pertarungan antar bangsa, pada hakekatnya terjadi di tataran yang melampaui (beyond) bidang ekonomi. Konservasi lingkungan, baik keragaman bumi (geodiversity) maupun keragaman hayati (biodiversity), dan pendidikan tentang nilai-nilai yang mampu memelihara dan meningkatkan kualitas hidup manusia bahkan jauh lebih penting.

Ketahanan budaya bangsa, termasuk alam lingkungannya sebagai komponen budaya – ingat bahwa hilang tanah-airnya, hilang pula budayanya –  merupakan pertarungan yang sesungguhnya dalam percaturan bangsa-bangsa di dunia.

Pembangunan yang hanya mengandalkan eksploitasi sumber daya alam, kini mulai dirasakan dampaknya. Sejatinya, dampak tersebut adalah kerugian besar, bahkan kehilangan. Sebab, keuntungan ekonomi yang diperoleh tidak merata dan tak sepadan dengan kerugian dari kerusakan lingkungan yang diakibatkannya.

Belum lagi kerugian kehidupan sosial budaya yang tak ternilai, yang sebenarnya tak tergantikan, dan berdampak luas. Sebagai contoh, pada 2014 ini dilaporkan bahwa kerugian negara akibat pertambangan di Jawa Barat Selatan mencapai 8,3 triliun (kerusakan lingkungan dan akses jalan). Sementara itu, pemasukan bagi negara dari pertambangan tersebut kurang dari satu milyar.

Kerugian yang sama dialami oleh provinsi lainnya yang memiliki pertambangan, seperti, Kalimantan, Sumatera Barat, dan boleh jadi Bangka Belitung. Apalagi jika pertambangan itu tak terkendali, yaitu tanpa diikuti oleh restorasi atau rehabilitasi lingkungan yang benar.

Kini Indonesia telah menyadari pentingnya pergeseran paradigma pembangunan sumber daya alam dari paradigma lama, yaitu eksploitatif atau sumber daya alam untuk revenue ke paradigma baru, sumber daya alam sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan bagi kesejahteraan hidup manusia (human welfare : pro job, pro poor, pro environment, pro gowth).

Mampukah pariwisata Indonesia tumbuh diatas 10% dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan kebudayaannya relatif tak tergerus oleh budaya luar?

Pariwisata seperti apakah yang mampu menjadi agen bagi pergeseran paradigma pembangunan sumber daya alam dari sumber daya alam yang dieksploitasi untuk revenue menjadi sumber daya alam sebagai lokomotif pertumbuhan untuk kesejahteraan hidup berkelanjutan?

Harus mampu, sebab Indonesia memiliki potensi pariwisata yang berdasarkan azas konservasi alam dan lingkungan, serta melibatkan pembangunan pendidikan dan  kebudayaan, antara lain melalui geopark. Pengembangan kawasan dengan konsep geopark menjadi alternatif jawaban yang paling menantang atas pertanyaan itu.

Geopark adalah sebuah kawasan yang memiliki unsur-unsur geologi terkemuka (outstanding)— juga meliputi nilai arkeologi, ekologi dan budaya yang ada di dalamnya—di mana masyarakat setempat diajak berperan-serta untuk melindungi dan meningkatkan fungsi warisan alam (UNESCO, 2004).

Geopark adalah konsep manajemen pengembangan kawasan yang memberikan pengaruh penting berskala regional terhadap konservasi, edukasi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Geopark pada prinsipnya adalah konsep pemanfaatan berkesinambungan atas sumber daya geodiversity, biodiversity, dan cultural diversity.

Persyaratan untuk pengembangan geopark global di satu kawasan adalah kawasan itu memiliki paling sedikit satu warisan geologi (geodiversity/geoheritage) yang bernilai internasional yang harus dikelola dengan manajemen berkelanjutan berbasis konservasi melalui berbagai kegiatan “green-tourism”. 

Untuk menjadi geopark, suatu kawasan minimal harus memiliki tiga jenis keragaman, yaitu: geodiversity, biodiversity, dan keragaman budaya.

Sedangkan kegiatan di dalam sebuah geopark meliputi konservasi, pendidikan, dan penumbuhan ekonomi setempat yang berporos pada Geowisata dan “green tourism” lainnya.

Dari sisi kepariwisataan, geopark adalah sarana mewujudkan atau meningkatkan “green tourism” dan wisata minat khusus.

Menurut UNESCO, ada lima kriteria sebuah kawasan dan kegiatan di dalamnya dapat disebut geopark. Kelima kriteria itu adalah:

  1. Harus jelas batas-batas kawasannya dan memiliki substansi geopark dalam satu kesatuan geografis;
  2. Adanya manajemen dan melibatkan masyarakat lokal;
  3. Pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan usaha-usaha lokal yang inovatif;
  4. Berlangsunya pendidikan; dan
  5. Terjadinya perlindungan dan konservasi.

Beberapa fakta tentang geopark global saat ini menyadarkan kita, bahwa dunia sedang bergerak ke arah green ecotourism dan wisata minat khusus ini. Tiongkok misalnya, memilik geopark terbanyak (http://www.unesco.org/new/en/naturalsciences/environment/earth-ciences/unesco-global-geoparks/) dan kekuatan ekonominya sudah melampaui Amerika Serikat.

Fakta-fakta lain juga mendukung pergeseran itu, misalnya:

  1. Jumlah geopark global yang diakui UNESCO ada 112 yang tersebar di 33 negara di dunia, yaitu di Asia (46, dengan 33 diantaranya di Tiongkok), Eropa  (61), Amerika (4), dan Afrika (1);
  2. Total geopark di negara Tiongkok: 145 dengan 33 diantaranya merupakan geopark global. Pertumbuhannya sejak 2000 : 11 (2000), 33 (2001), 41 (2004), 53 (2005), 138 (2011), 140 (2013), 143 (2014), dan 145 (2015). Di  Asia Tenggara, terdapat 4 geopark global, yaitu: Malaysia (1 buah, 2007), Vietnam (1 buah, 2010), dan Indonesia (2 buah, 2012 dan 2015);
  3. Yuntaishan Geopark, China  (Xun, 2007): a) Tahun 2000 dikunjungi sekitar 200.000 wisatawan, devisa US$ 3 juta, namun pada 2004 setelah 2 (dua) tahun bergabung dalam GGN UNESCO, kunjungan wisatawan sekitar 1,25 juta, devisa US$ 90 juta; b) Dalam jangka 4 tahun, telah dibangun 400 hotel dan restoran baru, termasuk 250 Family Inn, menyediakan lapangan kerja untuk 5.000 orang; dan sedang dibangun proyek-proyek senilai US$ 150 juta;
  4. Jeju Island Geopark (http://geopark.jeju.go.kr/english/?sso=ok) di Korea Selatan merupakan sebuah pulau yang seluruhnya adalah kawasan geopark. Pulau Jeju menyandang berbagai predikat dalam konservasi, pendidikan, dan ekonomi berbasis wisata hijau, yaitu: WCC International Union for Conservation of Nature (2012), New 7 wonders of Nature (2011), UNSECO Global Geopark Network (2010), UNESCO Natural Heritage Site (2007), dan UNESCO Biosphere Reserve (2002). Jumlah kunjungan wisman ke Jeju (luas wilayah kl. 1/15 wilayah Jawa Barat) tahun 2011 sebanyak 7 juta orang (Indonesia, kunjungan wisman tahun 2011:  7,6 juta orang);
  5. Pada perhelatan geopark terakhir 2016 ini, yaitu “The 7th International Conference on UNESCO Global Geopark” pada 26-30 September 2016 di English Riviera, menurut laporan panitia, terjadi perputaran uang sebesar £1.4 million atau sebesar 28 milyar rupiah.

Sementara itu, Indonesia  baru memiliki dua geopark global, yaitu Batur Global Geopark atau Geopark Global Batur di Provinsi Bali (2012) dan Geopark Global Gunung Sewu, Yogyakarta-Jawa Tengah-Jawa Timur (2015);

Disamping itu  terdapat empat geopark nasional, yaitu: 1) Geopark Merangin, Jambi (2013); 2); Geopark Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (2014); dan 4) Geopark Kaldera Toba, Sumatera Utara (2014).

Sedangkan potensi geopark Indonesia, dilihat dari segi geodiversity – geoheritage sebagai basis pengembangan geopark, ada sekitar 60 lokasi yang tersesebar dari Sabang sampai Merauke.

Jumlah itu masih mungkin bertambah, mengingat geodiversity–geoheritage Indonesia belum seluruhnya diinventarisir. Perkembangan geopark di Indonesia masih lambat, namun belum terlambat sekali.

Kenyataan ini memerlukan strategi pengembangan yang tepat, termasuk kelembagaan, tata ruang dan sumber daya air, dan kapasitas lembaga dan sumber daya manusia pengelola, serta masyarakat yang terdidik dan paham tentang geopark.

Berdasarkan latar belakang di atas, untuk meluaskan jejaring kerja geopark nasional, serta menyiapkan Pulau Belitong sebagai kandidat geopark nasional menuju geopark global ( Belitong Island UGG ) di 2019 atau 2020, maka Alumni ITB81 bekerjasama Pemerintah Daerah terkait, dan berbagai pemangku kepentingan/ mitra dengan didukung oleh Pemerintah (Kemenpar dan KESDM melalui Badan Geologi ) menggagas penyelenggaraan seminar nasional tentang geopark yang diberi judul “Seminar Nasional Geopark Pulau Belitung”, dengan tema “Geopark untuk Pariwisata”.

aksud dan Tujuan Maksud dari seminar ini adalah meningkatan kunjungan wisata dan pengembangan destinasi wisata baru, green tourism, dan kinerja kepariwisataan terkait melalui pengukuhan geopark dan penggalangan kekuatan dan sinergi saling menguntungkan dari berbagai mitra, antara lain Pemerintah, Akademisi, Dunia Usaha, Komunitas, Media, dan lainnya

Sedangkan tujuan seminar adalah memperoleh strategi dan perluasan jejaring kerja geopark untuk menambah jumlah geopark nasional dan geopark global (UGG: UNESCO Glonal Geoparks) di Indonesia yang berhasil melaksanakan fungsinya sebagai sarana konservasi, pendidikan, dan penumbuh ekonomi lokal yang berbasis geowisata dan “green tourism” lainnya.

Keluaran Adapun diantara keluaran dari kegiatan seminar ini adalah:

  1. Adanya kesamaan pemahaman tentang maksud konsep geopark dan perlunya penerapan geopark di Indonesia untuk konervasi, pendidikan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat setempat.
  2. Diperolehnya pengalaman pengembangan geopark, terutama pembangunan badan pengelola/ manajemen geopark, dan sumber daya manusia pengelola.
  3. Dikenalinya beberapa lokasi potensi geopark Indonesia (geodiversity geoheritage) dan pengalaman pengembangan geowisata di kawasan geopark.
  4. Teridentifikasinya sumber daya dan kegiatan utama pendukung kawasan geopark, seperti sumber daya air dan geowisata berbasis masyarakat.
  5. Dikenalinya Pulau Belitung sebagai kandidat geopark nasional dan global dengan semua potensi geoheritage, biodivesity, dan keragaman budayanya

Tempat, Waktu dan Agenda Tempat pelaksanaan seminar ini di Aula Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Sedangkan waktu pelaksanaannya adalah Jumat, 09 Desember 2016, pukul 07.30 – 16.00. Adapun rancangan agenda acara, terlampir

Peserta Seminar Peserta seminar ini cukup luas dan beragam, yaitu wakil-wakil dari Pemerintah (Kementerian ESDM, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri, Kemenko terkait, KemenLHK, Bappenas, dll), Perguruan Tinggi (Univ. Bangka Belitung, UNSRI, ITB, UNPAD, UI, UPI Bandung, UPN, UGM, dll), berbagai Dunia Usaha/BUMN, Komunitas (Alumni ITB 81, Matabumi, dll), Media (RCTI, MNC, GATRA, KOMPAS, TEMPO, SWA, dll).

Panitia Seminar Pelaksanaan seminar ini adalah panitia yang terdiri dari Alumni ITB Angkatan 1981 (ITB81), Ikatan Alumni ITB, Pemerintah Kabupaten Belitung, Pemerintah Kabupaten Belitung Timur, BUMD Belitung, dan Komunitas GAPABEL (Gabungan Pecinta Alam Belitong). Susunan panitia seminar selengkapnya sebagai berikut: PENGARAH :

1. Bupati Belitung  2. Bupati Belitung Timur 3. Sakti Wahyu Trenggono (Pembina Yayasan Geopark 4. Ridwan Djamaluddin (Ketua IA ITB) 5. Hanang Samodra ( Anggota Advisory Commettee UGG ) PENANGGUNGJAWAB : 1. Dyah Erowati (ITB81) 2. Slamet Riyadi (ITB81) 3. Arlan Septia (ITB81) 4. Kepala Bappeda Kabupaten Belitung 5. Kepala Bagian Ekbang Kabupaten Beltim KETUA  : Oman Abdurahman (ITB81) SEKRETARIS : Wijy Suryani BENDAHARA : Nelly PELAKSANA LAPANGAN : – Staf Pemda Kabupaten Belitung – Staf Pemda Kabupaten Belitung Timur – Staf BUMD Belitung – Anggota GAPABEL – Alumni ITB81

Pendukung Seminar Seminar ini didukung sepenuhnya oleh Pemerintah (Kemenpar, KESDM melalui Badan Geologi), Pemerintah Daerah (Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur), BUMN (PT. Timah Persero Tbk.), dan Komunitas (GAPABEL dll).

 

Tinggalkan komentar